Semarang,13/11/2020
Dear,
Nandya Safira 🌻
Waktu aku nulis ini Semarang lagi panas-panasnya, terkadang waktu mandi sore mau berangkat kerja airnya bahkan hangat.
Tapi, tidak seperti hubungan aku dengan kamu, kita justru malah terasa dingin akhir-akhir ini. Banyak salah paham, saling curiga, sampai akhirnya kita masing-masing jadi ultrasensitive persons.
Kita jadi lebih asumtif, berfikir kalau kita sedang tidak baik-baik saja. Padahal semuanya baik-baik saja, sampai aku sadar bahwa kita punya masalah, Jarak.
Ya, aku ada masalah besar soal jarak, keluarga aku sumber traumatik ini, semua berasal dari paranoia aku soal jarak yang bisa merusak apapun. Komunikasi, Esensi, dan Afeksi.
Aku ikut bahagia atas kelulusan dan tanpa lama kamu sekarang sudah bekerja, yeayy. "Alhamdulillah, akhirnya anak ibu lulus, makasih ya mas Anda sudah menenmai Ira" Ibumu menyampaikan lirih itu saat aku ke rumahmu dengan raut lusuh aku karena gagal lolos seleksi kerja dan gagal buat kamu bangga.
Pekerjaan dan romansa, harusnya bisa berbarengan apabila tidak ada jarak. "Trauma" itu muncul begitu cepat sampai akhirnya aku gagal untuk beradaptasi, sekarang kita punya masalah baru selain jarak, yaitu egoisme.
Egoisme untuk saling dimengerti, egoisme yang membuat merasa kita adalah pesakitan, egoisme untuk merasa paling benar. Sekali waktu kita bisa mengontrol itu, tapi saat kita tidak bisa mengontrol itu, kita bak mesin tempur yang sporadis membunuh apapun yang dilewati.
Nandya Safira, ini aku Anda. Hari ini lebih dua hari dari 8 bulan kita. Aku tidak mau menyerah dengan keadaan ini, aku mau kamu juga melakukan hal yang sama.
Maafkan aku atas sifat burukku, maafkan aku belum bisa jadi penenangmu, maafkan aku belum jadi pasangan yang baik. Rasa sayang aku belum usai, dan rasanya tidak akan pernah usai.
Ur bigfans,
Chandra demis ❤️
Komentar
Posting Komentar