Kapitalisasi Dunia Bermain Anak
hak cipta ncronline.org
Berbicara tentang masa anak-anak tidak terlepas dari
masa-masa bermain.
Masa bermain yang bebas di man anak-anak membentuk “dunia” nya sendiri, bermain
bersama teman sebaya serta menemukan dan belajar hal baru di lingungan
sekitar,Namun zaman telah berganti, era bermain konvensional pun berubah
seiring perkembangan zaman, congklak, enggrang, gobak sodor dan petak umpet
mulai ditinggalkan oleh anak-anak.
Masuk di Era
Globalisasi yang serba digital,
anak-anak di era modern mempunyai perbedaan mencolok dengan anak-anak beberapa dekade yang lalu. Dunia bermain
konvensional masa lampau dengan alat-alat sederhana yang dapat ditemukan di
lingkungan sekitar kemudian digantikan oleh perangkat Digital. Perubahan ini tidak
terlepas dari
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ( New Media ). New media atau Media baru ini sedikit
banyak telah merubah hampir segala aspek dalam kehidupan. Anak-anak yang tumbuh
dan berkembang di era Milenial ini sudah berbeda jauh dengan anak-anak
terdahulu.
Dampak media
baru bukan hanya sebatas merubah dunia bermainan anak, pola berfikir, fantasi
dan gaya hidup pun ikut terpengaruh akibat munculnya media baru ini. Anak- anak
dianggap masih terlalu dini dan rentan terhadap perkembangan media baru. Pengawasan
serta pendidikan berinternet pun dianggap sangat perlu di era sekarang, disisi
lain pengguna internet yang berkembang sangat pesat dan luas tidak terkecuali
anak-anak.
Anak-anak sekarang
ini menjadi bagian dari masyarakat yang mengalami metamorfosis, mereka adalah
anak-anak yang disebut dengan cyberkids atau the digital generation (Facer
& Furlong, 2001; Buckingham, 2006; Tapscott, 1999; dalam Livingstone,
2011:348). Pendidikan berinternet dan pengawasan menjadi hal penting ketika
anak-anak mulai mahir dalam menggunakan perangkat yang dapat tersambung ke
internet.
Kapitalisasi
Istilah
kapitalisasi merupakan pelaksanaan dari faham kapitalisme, Dikutip dari
Wikipedia bahwa Kapitalisme sendiri memiliki makna sebuah istem ekonomi di mana
perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta
dengan tujuan membuat keuntungan dalam ekonomi pasar. Pemilik modal bisa
melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip
tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna
keuntungan bersama, tetapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran
untuk kepentingan-kepentingan pribadi.
Kapitalisasi terjadi di berbagai sektor kehidupan,modal,
pasar atau pendidikan. Tidak terkecuali pada dunia bermain anak yang rentan
untuk di kapitalisasi karena kecenderungan anak yang tertarik pada hal baru dan
permainan. Para pemilik modal berusaha memperoleh keuntungan besar dari
penghasilan menjual berbagai permainan yang sedang populer berdasarkan sebuah
film atau sebaliknya, pemilik modal membuat film atau komoditas lain berdasarkan
sebuah permainan yang sedang digandrungi. Sebagai contoh seperti yang dikutip
dari sebuah situs infotainment dan review Film Muvilla.com,Selasa (28/3/2017)
Tak hanya dari jumlah pendapatan yang besar, kesuksesan
film-film ini juga dilihat dari laba yang didapat dibandingkan biaya produksi,
juga performanya sebagai sebuah franchise yang berkelanjutan di layar lebar. 6
Film Box Office yang diadaptasi dari sebuah video game mulai dari Prince Of
Persia : The Sands Of Time, Need For Speed, The Angry Birds Movie, Mortal Kombat,
Lara Croft : Tomb Raider dan di puncak daftar ada Resident Evil yang merupakan adaptasi
dari game horor tentang zombie ini bisa dibilang sebagai yang tersukses di
antara film-film sejenis. Diawali Resident Evil (2002) yang raup 102,4 juta
dolar AS dari modal produksi 33 juta dolar AS, film ini mampu jadi franchise
berumur panjang. Dari lima film live-action yang sudah dirilis, seri yang
dibintangi Milla Jovovich ini sudah mengumpulkan total 915,9 juta dolar AS di
seluruh dunia, dari total biaya 250 juta dolar AS. Film keenamnya, Resident
Evil: The Final Chapter juga sudah siap dirilis pada tahun 2017.
Kapitalisasi Video Game ( Transmedia Intertextuality )
Dalam teori Transmedia Intertextuality yang dicetuskan
oleh Marsha Kinder (1991) terdapat pernyataan “Games have increasingly been
integrated within what Marsha Kinder (1991) calls the ‘transmedia
intertextuality’ of contemporary children’s culture” yang menjelaskan kepada
kita bahwa Transmedia Intertextuality merupakan sesuatu hal yang mempunyai
makna dan arti yang berkaitan dengan hal atau produk lain. Pernyataan ini
diperkuat oleh Julia Cristeva dalam kajian Semiotik yang menyatakan bahwa semua
karya lahir dari sebuah keterkaitan dari karya sebelumnya dan tempat yang
berbeda
Pembahasan ini Transmedia Intertextuality dimaknai
sebagai sebuah budaya games yang erat dengan dunia bermain anak-anak (
Childrens culture ) yang dimanfaatkan oleh para kaum kapitalis atau pemilik
modal untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan menghadirkan
komoditas lainnya, dalam realitas nya penerapan Transmedia Intertextuality
dapat kita temui dalam game populer yang beredar dan sangat digandrungi saat ini yang
menggunakan karakter dan skenario dari film, untuk melipat gandakan keuntungan
yang akan diperoleh jika unsur Film populer dalam game tersebut, dengan seperti
itu pemilik modal akan mendapatkan tambahn keuntungan dari sektor lain seperti
souvenir games, die cast, merchandise, dan produk lain yang berbau game
tersebut.
Dikutip dari situs review tentang video game yang cukup
populer yaitu Jagatplay.com yang merilis 10 video game adaptasi dari film
terbaik. Bagi Anda yang pernah merasakan keanggunan dan kekuatan cerita dari
trilogi The Godfather akan setuju bahwa seri video game yang diadapatasikan
darinya merupakan yang terbaik. Dengan mekanisme gameplay open-world ala GTA,
The Godfather menawarkan semua hal unik yang tidak akan pernah Anda temukan di
game-game serupa, bahkan untuk sekelas Mafia atau GTA sendiri. Sebagai sebuah
game mafia, ia menawarkan konsep gameplay dengan kesan role-playing yang kuat.
Anda akan benar-benar berperan sebagai
seorang mafia dengan semua kejahatan yang bisa Anda lakukan, dari sekedar
memeras, membunuh, bahkan berperang memperbutkan kekuasaan dengan keluarga
mafia yang lain. Walaupun masih kalah epik dengan cerita film triloginya
(terutama dua seri pertama), The Godfather versi video game ini berhasil
menangkap pengalaman menjadi seorang mafia yang sesungguhnya. Tidak heran ia
pantas menjadi yang terbaik.
Kesimpulan
Transmedia Intertextuality membuat sebuah ide baru dalam
berbisnis, dan kapitalisasi di bidang industri video game. Menciptakan sebuah
produk yang terintegrasi dengan produk lain untuk menambah keuntungan serta
Fanboy dan Fangirl atau penggemarnya sendiri. Produksi yang berkelanjutan
membuat penggemar tidak mau berpaling untuk membeli produk tersebut. Hal ini
tentu menimbulkan perspektif negatif di mana para anak-anak atau usia diatasnya
menjadi bersifat Konsumtif.
sumber referensi :
Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consequences of ITCs, Sage Publication Ltd. London. Chapter 3 : CHILDREN AND NEW MEDIA
http://www.muvila.com/foto/film/inilah-film-film-adaptasi-video-game-tersukses-di-box-office-160527c.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme
http://jagatplay.com/2012/04/news/10-video-game-adaptasi-film-terbaik-sepanjang-masa/2/
sumber referensi :
Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consequences of ITCs, Sage Publication Ltd. London. Chapter 3 : CHILDREN AND NEW MEDIA
http://www.muvila.com/foto/film/inilah-film-film-adaptasi-video-game-tersukses-di-box-office-160527c.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme
http://jagatplay.com/2012/04/news/10-video-game-adaptasi-film-terbaik-sepanjang-masa/2/
Komentar
Posting Komentar