Malam kian pekat saat aku menulis ini Malam kian tidak bersahabat karena dinginnya makin menusuk Malam kian meronta-ronta meminta rindu ini segera ada di peraduan Namun, Bicara soal malam, malam bukan lawan setara mu Malam tidak mampu mendinginkan hangatnya kecupmu yang masih terasa di hati Malam tidak mampu melumpuhkan nyanyian indah suaramu di sudut terpekat hatiku Iya, Kamu wujud penciptaan semesta permai yang indah dan hangat Kamu wujud penciptaan yang ikhlas dan kuat Kamu, Nandya Safira sayangku tercinta Kita pernah ada di perang batin terkelam Kita pernah ada di drama romansa terburuk Kita pernah ada di badai tangis terparah Sejak saat itu, Tersisa asa untuk kembali Syukurlah, semesta mendukung Kita bisa kalahkan ego, musuh terbesar manusia Aku, tidak pernah bosan untuk mendampingimu Aku, tidak pernah lelah untuk menyanjungmu Aku, tidak pernah menyerah untuk mengertimu Mengertilah, aku sayang kamu. Tersayang, Demis ❣️
To Dearest, Nandya Safira 🌻 Selamat pagi Nandya Safira, Ini pagi ke-298 sejak pertama kali aku mengucapkan sayang sama kamu, pagi ke-298 juga hubungan ini sudah kita bangun, dan pagi ke-298 juga saat aku dan kamu jadi kita. Pagi ini aku tidak mau banyak membual dan membahas betapa sayangnya aku padamu, aku hanya ingin membuat cerita pendek fabel burung, layang-layang dan tiang pancang. Layang-layang membutuhkan tiang pancang agar tetap tenang diatas awan dengan hembusan angin yang datang dari segala arah. Sekali dua kali tiang pancang agak goyah karena angin yang menerpa layang-layang terlalu kencang menerpa, tapi tiang pancang tetap di tanah walau goyah sekalipun. Layang-layang berterima kasih atas kesabaran tiang pancang yang sekuat dan sesabar itu menjaga ketenangannya. Namun, ada permasalahan yang muncul justru bukan dari angin yang selalu menerpa layang-layang sehingga membuat goyah tiang pancang, yaitu jarak. Jarak itu diibaratkan dengan seutas benang yang menghubungkan keduan